Minggu, 04 April 2010

Puncak Kesedihan

DUA hari yang lalu , sebuah sms masuk dalam inbox-ku . Aku membukanya dengan santai saja . Setelah membacanya , ekspresi-ku selanjutnya adalah mulut menganga (kaget tak percaya) , dibarengi dengan mata lembab penuh air di mata .

Boss-ku , sebut saja Ibu Si-fau yang mengirim pesan itu . Isinya betul-betul hal yang sangat menyedikan . Kata itu merupakan puncak dari kesedihan .

"ayahanda dari I-ro (nama samaran) meninggal dunia."

I-ro adalah salah satu partner kerjaku . Kami cukup dekat . Dia sering memberiku tumpangan gratis .

Terakhir kami bertemu , aku sedang sebal dengannya . Itu karena dia bilang , aku tidak pernah melakukan pekerjaanku . Padahal harusnya dia tahu , perbedaan dari pekerjaan kita adalah : aku bekerja dengan otak kiri-ku saja . Sedangkan dia dengan kedua otak .

Bu Si-fau memberi perintah kepada semua partner I-ro untuk takziyah ke rumah duka .

Aku langsung melajukan motor matik-ku dalam malam buram tanpa kacamata . Sesampainya di tujuan , rumah duka sudah dipenuhi kerabat . Selain Bu Si-fau , partner lain yang terlihat adalah Bu A-aw .
Aku memasuki rumah . Ternyata , ayahanda I-ro masih hidup . Tepatnya , setengah hidup . Ajalnya sudah berada di kerongkongan .

Aku memasuk rumah lebih dalam . Ku lihat I-ro sedang memenangkan ibundanya yang baru tersadar dari pingsannya . I-ro terdiam . Aku memandanginya , teringat akan kata-katanya beberapa hari yang lalu . Dia adalah anak bungsu . Satu-satunya anak dari keluarga ini yang belum menikah . Ayahnya sudah sakit cukup lama . I-ro mungkin menyadari kalau ayahnya sudah tidak akan lama lagi . Dia memiliki satu harapan , ia ingin dinikahkan oleh ayahnya . Ia ingin ayahnya menyaksikan putri terakhirnya menikah .

Namun , malam itu menghapuskan semuanya . Ayahnya masih sekarat . Semua anaknya sudah berkumpul , kecuali yang masih di Jambi . Mungkin ayahanda-nya masih menunggu kehadiran putrinya yang di Jambi .

Tak bisa berlama-lama , aku , A-aw , Bu Si-fau dan suami serta putra tunggalnya pamit pulang .

-¤-

Baru ku baringkan tubuhku di kamarku , sebuah sms masuk dalam inbox-ku lagi . Pesan kedua ini takkan salah lagi .
"Ayahanda I-ro telah berpulang."

Aku hanya berucap , "innalillaahi wainna ilayhi rooji'un" .

-¤-

Di pemakaman . Walaupun tidak semua peziarahnya ber-dress code hitam-hitam , rintikan hujan yang turun , sudah mewakili kedukaan hati keluarga yang ditinggal pergi .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar