Minggu, 15 Januari 2012

Tribute to Eyang Kakung - H. San Rosyid

Baru saja aku mengakhiri percakapanku dengan seseorang yang selalu kurindukan.

Sempat terlelap sejenak, aku dibangunkan lagi oleh dering keras ponsel ibu yang tak jauh dari sisiku.

Dari ayah, yang malam ini menginap di rumah Blok B --seperti biasa.

Aku mendengarkan percakapan ayah dan ibu di telpon. 'Innalillahiwainnailaihiroji'un, Eyang Kakung udah gak ada,' katanya padaku kemudian.

Suaranya melemah, bola matanya berputar-putar. Aku menunduk, menyembunyikan mataku yang mulai berkaca-kaca.

Ayah sudah tiba di rumah Blok C, yang selama ini aku tunggui. Menjemput ibu untuk langsung meluncur ke Purwokerto.

Berangkatlah mereka, dini hari ini. Ditemani dingin angin dan langit tanpa cahaya.

Sementara aku, melayang pada sedikit memori yang tercipta antara aku dan orang tua laki-laki dari ibu itu.

Dia lelaki tangguh. Di usianya yang sudah tidak muda, dia masih menyempatkan diri mengurusi sawahnya seorang diri.

Itu yang kuingat terakhir kali bertemu dengannya. Dua tahun belakangan, aku hanya mendengarkan kabar kesehatan Eyang Kakung yang semakin memburuk. Dua tahun juga aku sama sekali tak mengunjunginya di liburan Ramadhan.

Aku menyesal, karena kini aku sudah tak dapat lagi bertemu dengannya --sekedar untuk sungkem.

Yang ada di pikiranku selan...jutnya adalah Eyang Putri. Selama ini mereka hanya tinggal berdua. Sebuah rumah sederhana menjadi saksi kisah-kisah mereka yang kini terputus (untuk sementara).

Lalu, harus bagaimana Eyang Putri melanjutkan sisa hidupnya tanpa pujaan hatinya? Dua jawaban terlintas dari otak seorang cucu yang bodoh ini:

Eyang Putri meninggalkan rumah yang penuh kenangan itu untuk tinggal dengan salah seorang anaknya, atau memilih tinggal sendirian dalam kesunyian.

Pilihan yang sulit --sangat sulit. Aku sendiri akan memilih yang kedua, jika aku berada di posisinya. Dan memberikan alasan kalau suamiku masih hidup dalam hatiku, hingga saat ini.

Pernah, aku (saat dalam puncak krisis kegalaunku) mengajukan diri pada ibuku untuk tinggal di sana, menemani eyang-eyangku itu. Sekedar untuk menemani mereka --paling tidak aku merasa menjadi orang yang berguna untuk mereka.

Tapi, pengajuanku itu ditolak mentah-mentah oleh ibu. Dia merasa, aku sendiri masih tak becus mengurusi diriku, bagaimana bisa aku mengabdikan diri untuk me...ngurusi dua lansia itu?

Maaf, Eyang Kakung. Semoga kau mendapat tempat terindah di sisi-NYA.

Dan semoga Eyang Putri bisa menahan kesedihannya akan kehadiran sosokmu, pujaan hatinya.

#~#

Eyang Kakung dan Eyang Putri yang selalu diselimuti semangat hidup dan kasih sayang.

_

MAC210
15/01 04.46 A

Tidak ada komentar:

Posting Komentar